(KLASIK)
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas Pengantar
Pendidikan
Yang di bina oleh :
Bpk.Mujtahidin, S.Pd., M.Pd
Kelompok : IV
Nama Anggota :
Lutvi Anggraini (120611100004)
Herlinda Fitri S (120611100034)
Fatimatus Zahroh (120611100014)
Rachmatul Nurdiansah (120611100024)
Vera
Novianti (120611100044)
Program Studi PGSD
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya
September 2012
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena tanpa berkat dan
rahmat-Nya, mungkin kami tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Terlantun sholawat dan salam untuk imam besar kita semua Nabi
Muhammad SAW. Rasa terimakasih juga banyak terucap kepada Bpk.Mujtahidin selaku dosen matakuliah Pengantar Pendidikan.
Tak lupa juga ucapan terima kasih kami berikan kepada teman-teman yang selama
ini saling membantu dan mendukung dalam pengerjaan makalah ini.
Adapun
makalah yang berjudul Aliran aliran Filsafat Pendidikan (Klasik) ini berisi
uraian-uraian mengenai ,aliran nativisme, aliran naturalisme, aliran empirisme,
aliran konvergensi dan Pengaruh
Aliran Klasik Terhadap Pemikiran Dan Praktek Pendidikan Di Indonesia. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan
dan kesalahan, baik dari segi isi maupun redaksinya. Makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Atas
semua kesalahannya kami ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya.Semoga makalah
ini dapat berguna baik bagi kami sebagai penulis maupun bagi pembaca.
Bangkalan,17
September 2012
Tim
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
2
1.2 Rumusan Masalah
2
1.3 Tujuan Rumusan Masalah
2
BAB II PEMBAHASAN
3
2.1 Aliran Nativisme
3
2.2 Aliran Naturalisme
5
2.3 Aliran Empirisme
7
2.4 Aliran Konvergensi
9
2.5 Pengaruh Aliran Klasik Terhadap Praktek Pendidikan Di Indonesia
11
BAB III PENUTUP
12
3.1 Kesimpulan
12
3.1 Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagasan dan pelaksanaan pendidikan
selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu,
kini, maupun di masa depan pendidikan itu selalu mengalami perkembangan seiring
dengan perkembagan sosial-budaya dan perkembangan iptek. Pemikiran-prmikiran
yang membawa pembaharuan pendidikan itu disebut aliran-aliran pendidikan. Oleh
karena itu setiap calon tenaga kependidikan, harus memahami berbagai
aliran-aliran itu agar dapat menangkap makna setiap gerak dinamika
pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu. Nana S. Sukmadinata (1997)
mengemukakan 4 (empat) teori pendidikan, yaitu pendidikan klasik, pendidikan
pribadi,teknologi pendidikan dan
pendidikan interaksional.
Teori pendidikan klasik berlandaskan
pada filsafat klasik, memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya
memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini
lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau
materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan
para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam
prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan
peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan
tugas-tugas dari pendidik. Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan
model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang bertujuan
memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik menggunakan
ide-ide dan proses “penelitian”, Proses Pendidikan klasik lebih menggunakan
pemikiran-pemikiran dahulu atau dimulai dari zaman yunani kuno sampai kini.
Makalah yang berjudul “aliran-aliran
filsafat pendidikan versi klasik” ini akan membahas tentang beberapa
aliran-aliran yang terdapat pada filsafat pendidikan versi klasik.
Aliran-aliran tersebut adalah aliran nativisme, aliran naturalisme, aliran
empirisme, dan aliran konvergensi yang merupakan benang-benang merah yang
menghubungkan pemikiran pendidikan pada masa lalu, kini, dan mungkin yang akan
datang. Yang memiliki varisi pendapat tentang pendidikan mulai dari yang
pesimis hingga yang optimis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
masalah yang di ajukan oleh penulis adalah,
d Bagaimana
aliran nativisme itu !
d Bagaimana
aliran naturalisme itu !
d Bagaimana
aliran empirisme itu !
d Bagaimana
aliran konvergensi itu !
1.3 Tujuan Rumusan Masalah
Penulisan rumusan masalah ini bertujuan
untuk :
d Untuk
mengetahui aliran nativisme.
d Untuk
mengetahui aliran naturalisme.
d Untuk
mengetahui aliran empirisme.
d Untuk
mengetahui aliran konvergensi.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori
pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik,
yang memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan
dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan
isi pendidikan dari pada prosesnya. Isi pendidikan atau bahan pengajaran
diambil dari sari ilmu pengetahuan yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh
para ahli di bidangnya dan disusun secara logis dan sistematis. Misalnya teori
fisika, biologi, matematika, bahasa, sejarah dan
sebagainya.
Perbedaan
padangan tentang faktor dominan dalam perkembangan manusia tersebut menjadi
dasar perbedaan pendangan tentang peran pendidikan terhadap manusia, mulai dari
yang paling pesimis sampai yang paling optimis. Aliran-aliran itu pada
umumnya mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja dan dengan demikian
suatu aliran dalam pendidikan akan mengajukan gagasan untuk
mengoptimalkan faktor tersebut untuk mengembangkan manusia.Teori-teori yang
terdapat dalam ilmu pendidikan dilahirkan oleh 4 aliran yang berbeda, yaitu:
2.1
Aliran Nativisme
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti
kelahiran. Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang
filosof jerman, yang berpendapat bahwa hasil pendidikan dan perkembangan
manusia itu ditentukan oleh pembawaan yang diperolehnya sejak anak itu
dilahirkan. Anak dilahirkan kedunia sudah mempunyai pembawaan dari orang tua
maupun disekelilingnya, dan pembawaan itulah yang menentukan perkembangan dan
hasil pendidikan. Faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang
berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Bayi itu lahir sudah
dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk.
Oleh karena itu hasil akhir pendidikan di tentukan
oleh pembawaan yang sudah di bawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka
keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan
bahwa yang jahat akan menjadi jaha, dan yang baik akan menjadi baik. Menurut
kaum nativisme itu, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Jadi
jika benar pendapat tersebut, percumalah kita mendidik atau dengan kata lain
pendidikan tidak perlu. Dalam ilmu pendidikan, hal ini disebut pesimisme
pedagogis, karena sangat pesimis terhadap upaya-upaya dan hasil pendidikan.
Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang
berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri individu terdapat sutu “inti” pribadi
(G. Leibnitz: Monad) yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong
manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan
manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas. Pandangan-pandangan
tersebut tampak antara lain humanistic
psychology dari Carl. Rogers ataupun pandangan phenomenology/ humanistik
lainnya.
Faktor Perkembangan Manusia Dalam Teori Nativisme
Faktor
genetik
Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong
adanya suatu bakat yang muncul dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua
orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat pembawaan
sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.
Faktor Kemampuan Anak
Adalah faktor yang menjadikan
seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih
nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya
adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak
untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan
minatnya.
Faktor Pertumbuhan Anak
Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan
minatnya di setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika
pertumbuhan anak itu normal maka dia kan bersikap enerjik, aktif, dan
responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak
tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang
dimiliki.
Tujuan Teori Nativisme
Didalam teori ini menurut G. Leibnitz: Monad “Didalam
diri individu manusia terdapat suatu inti pribadi”. Sedangakan dalam teori
Teori Arthur Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan manusia
merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Sehingga dengan teori ini setiap
manusia diharapkan:
ó Mampu
memunculkan bakat yang dimiliki
ó Mendorong
manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
ó Mendorong
manusia dalam menetukan pilihan
ó Mendorong
manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
ó Mendorong
manusia mengenali bakat minat yang dimiliki
2.2 Aliran Naturalisme
Naturalisme merupakan teori yang
menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah
dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang
dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan
waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam.
Istilah naturalisme adalah sebaliknya dari istilah supernaturalisme yang
mengandung pandangan dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada
(wujud) di atas atau di luar alam ( Harold H. Titus e.al. 1984).
Aliran ini sama dengan aliran nativisme. Naturalisme
yang dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau, bependapat bahwa pada hakekatnya
semua anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan
sang pencipta. Tetapi akhirnya rusak sewaktu berada ditangan manusia, oleh
karena Jean Jaquest Rousseau menciptakan konsep pendidikan alam, artinya anak
hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia
jangan banyak mencampurinya.
Aliran ini juga disebut negativisme, karena
berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi
dengan kata lain pendidikan tidak di perlukan. Yang di laksanakan adalah
menyerahkan anak didik kepada alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi
rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu.
Jean Jaquest Rousseau ingin menjauhkan anak dari
segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga kebaikan anak-anak yang di peroleh secara
alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat tampak secara spontan dan bebas. Jean
Jaquest Rousseau juga berpendapat bahwa
jika anak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma, hendaklah orang tua atau
pendidik tidak perlu untuk memberikan hukuman, biarlah alam yang menghukumnya.
Jika seorang anak bermain pisau, atau bermain api kemudian terbakar atau
tersayat tangannya, atau bermain air kemudian ia gatal-gatal atau masuk angin.
Ini adalah bentuk hukuman alam. Biarlah anak itu merasakan sendiri akibatnya
yang sewajarnya dari perbuatannya itu yang nantinya menjadi insaf dengan
sendirinya
Hukum alam memiliki ciri sebagai berikut :
1) Segalanya berkembang dari alam
2) Perkembangan alam serba teratur, tidak meloncat-loncat
melainkan terjadi secara bertahap.
3) Alam, berkembang tidak tergesa-gesa melainkan menunggu waktu
yang tepat, sambil mengadakan persiapan.
Dimensi filsafat pendidikan Naturalisme
ó Dimensi utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan
Naturalisme di bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan
perkembangan alam.Alam berkembang dengan teratur dan menurut aturan waktu
tertentu. Tidak pernah terjadi dalam perkembangan alam, seekor kupu-kupu
tiba-tiba dapat terbang tanpa terlebih dahulu mengalami proses perkembangan
mulai dari ulat menjadi kepompong dan seterusnya berubah menjadi kupu-kupu.
Begitu juga perkembangan alam yang lain, buah apapun di dunia, selalu bermula
dari bunga.
ó Dimensi kedua dari filsafat pendidikan Naturalisme yang juga
dikemukakan oleh Comenius adalah penekanan bahwa belajar itu merupakan kegiatan
melalui Indra. Seperti yang disarankan oleh Wolfgang Ratke pada para guru. Guru,
kata Ratke pertamakali hendaknya mengenalkan benda kepada anak lebih dahulu,
baru setelah itu penjelasan yang diperinci (exposition) tentang benda tersebut.
ó Dimensi ketiga dari filsafat pendidikan Naturalisme adalah
pentingnya pemberian pemahaman pada akal akan kejadian atau fenomena dan hukum
alam melalui observasi. Observasi berarti mengamati secara langsung fenomena
yang ada di alam ini secara cermat dan cerdas. Seperti yang dialami Copernicus,
bahwa pemahaman kita akan menipu kita, apabila kita berfikir bahwa mataharilah
yang mengelilingi bumi, padahal sebenarnya bumilah yang mengelilingi matahari.
ó Demensi terakhir dari percikan pemikiran filsafat pendidikan
Naturalisme juga dikembangkan oleh Jean Jacques Rousseau berkebangsaan Prancis
yang naturalis mengatakan bahwa pendidikan dapat berasal dari tiga hal, yaitu ;
alam, manusia dan barang. Bagi Rousseau seorang anak harus hidup dengan
prinsip-prinsip alam semesta.
Implikasi
Naturalisme di Bidang Pendidikan
Fenomena menarik di
bidang pendidikan saat ini adalah lahirnya berbagai model pendidikan yang
menjadikan alam sebagai tempat dan pusat kegiatan pembelajarannya. Pembelajaran
tidak lagi dilakukan di dalam kelas yang dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi
lebih fokus pada pemanfaatan alam sebagai tempat dan sumber belajar. Belajar di
dan dengan alam yang telah menyediakan beragam fasilitas dan tantangan bagi
peserta didik akan sangat menyenangkan. Tinggal kemampuan kita bagaimana
"mengekploirasi" sumber daya alam menjadi media, sumber dan materi
pembelajaran yang sangat berguna.
Jika di dalam kelas
subyektifitas peserta didik tertekan oleh otoritas guru, maka di alam, guru dan
peserta didik dapat dengan leluasa menciptakan hubungan yang lebih akrab satu
sama lain. Dari hubungan yang akrab ini lebih lanjut terjadi hubungan emosional
yang mendalam antara guru dengan peserta didiknya. Dalam kondisi seperti ini,
subyektifitas peserta didik dengan sendirinya akan mengalir dalam diskusi
dengan guru di mana telah tercipta suasana belajar yang kondusif.
Menyatunya para siswa
dengan alam sebagai tempat belajar dapat memuaskan keingintahuannya
(curiousity), sebab mereka secara langsung face to face berhadapan dengan
sumber dan materi pembelajaran secara riil. Hal yang sangat jarang terjadi pada
pembelajaran di dalam kelas.
2.3 Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean
Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan
sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan.
Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa
dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah John Locke filsuf Inggris
(1704-1932) yang mengungkapkan teori tabula rasa, yakni anak lahir di dunia
bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari
lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak.
Menurut pandangan empirisme (biasa pula
disebut environmentalisme) pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab
dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa ditentukan oleh lingkungannya
atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.
Manusia-manusia dapat dididik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun kearah
yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidiknya. Dalam pendidikan,
pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme pedagogis. Empirisme
adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil
dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai
suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat
bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal,
melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata,
lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu
yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Aliran empirisme di pandang berat
sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari
lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang di bawa anak sejak lahir di anggap
tidak menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak
yang berhasil karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung.
Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri
yang berupa kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan
lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam
dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih tampak pada
pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat
diubah, umpamanya melalui modifikasi tingkah laku. Hal itu tercermin pada
pandangan scientific psycology Skinner ataupun dengan behavioral. Behaviorisme
itu menjadikan prilaku manusia tampak keluar sebagai sasaran kajianya, dengan
tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata.
Meskipun demikian, pandangan-pandangan behavioral ini juga masih bervariasi
dalam menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses belajar itu
sebagai berikut:
a.
Pandangan yang menekankan peranan pengamatan dan
imitasi.
b.
Pandangan yang menekankan peranan dari dampak ataupun
balikan dari sesuatu perilaku.
c.
Pandangan yang menekankan peranan stimulus atau
rangsangan terhadap perilaku.
Seperti yang akan dikemukakan pada butir atau aliran konvergensi pada
bagian ini, beberapa pendapat dalam pandangan behavioral tersebut tidak lagi
sepenuhnya ala ”Tabula Rasa” dari J. Locke, karena telah mulai diperhatikan
pula faktor-faktor internal dari manusia.
2.4
Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939),
seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak
dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk.
Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik
faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan penting.
Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa
adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat tersebut.
Sebaliknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang
optimal kalau memang dalam dirinya tidak terdapat bakat yang diperlukan dalam
mengembangkan bakat tersebut. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia
berbahasa dengan kata-kata adalah juga hasil konvergensi.
Pada anak
manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui situasi lingkungan, anak belajar
berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam
mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-mula
menggunakan bahasa lingkungannya, misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa
Iggris, dan sebagainya. Kemampuan dua orang anak (yang tinggal dalam satu
lingkungan yang sama) untuk mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu
disebabkan oleh adanya perbedaan kuantitas pembawaan dan perbedaaan situasi
lingkungan, biarpun lingkungan kedua orang anak tersebut bahasa yang sama. Oleh
karena itu Stren berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari
pembawaan dan lingkungannya, seakan-akan dua garis menuju satu titik pertemuan.
Karena itu
teori W. Stren disebut teori konvergensi (konvergen
artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut teori konvergensi :
·
Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.
·
Pendidikan di artikan sebagai pertolongan yang diberikan
lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah
berkembangnya potensi yang kurang baik.
·
Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan
lingkungan. Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai
pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia.
Aplikasi
William Stern mengatakan bahwa
kemungkinan-kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk
nasib manusia yang akan datang dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan
itulah terletak pendidikan dalam arti yang sangat luas. Tenaga-tenaga dari luar
dapat menolong tetapi bukanlah ia yang menyebabkan perkembangan itu, karena ini
datangnya dari dalam yang mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong.
Sebagai contoh : anak
dalam tahun pertama belajar mengoceh, baru kemudian becakap-cakap, dorongan dan
bakat itu telah ada, di meniru suara-suara dari ibunya dan orang
disekelilingnya. Ia meniru dan mendebgarkan dari kata-kata yang diucapkan
kepadanya, bakat dan dorongan itu tidak akan berkembang jika tidak ada bantuan
dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian jika tidak ada bantuan
suara-suara dari luar atau kata-kata yang di dengarnya tidak mungkin anak
tesebut bisa bercakap-cakap.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, kami dapat
mengambil beberapa kesimpulan yakni :
d Aliran
nativisme mengungkapkan bahwa hasil pendidikan dan perkembangan manusia itu
ditentukan oleh pembawaan yang diperolehnya sejak anak itu dilahirkan.
d Aliran naturalisme mengungkapkan bahwa pada hakekatnya
semua anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan sang
pencipta namun rusak setelah berada di tangan manusia atau karena dipengaruhi
oleh lingkungan
d Aliran empirisme
mengungkapkan bahwa perkembangan anak menjadi manusia dewasa
itu ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang
diterimanya sejak kecil. Doktrin
aliran empirisme yang sangat masyhur adalah “tabula rasa” yang berarti batu
tulis atau lembaran yang kosong. Doktrin ini menekankan arti penting
pengalaman, lingkungan dan pendidikan, faktor orang tua dan keluarga terutama
sifat dan keadaan mereka sangat menentukan arah perkembangan masa depan anak.
Sifat orang tua merupakan gaya khas dalam bersikap dan memperlakukan
anak.
d Aliran
Konvergensi Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan
anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai
peranan yang sangat penting.Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara
luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia.
Meskipun demikian terdapat variasi mengenai factor-faktor mana yang paling
penting dalam menentukan tumbuhh kembang itu.
3.2 Saran
Dari pembahasan di atas, kami sebagai
penulis menyarankan :
Diharapkan untuk tidak menyepelekan
adanya pengetahuan tentang aliran-aliran pendidikan, Diharapkan lebih bijak memilih
atau mengaplikasikan teori-teori tersebut dalam mendidik anak
karena dengan kita tahu maka kita bisa menalaah sisi baik dan sisi buruk, sisi
yang cocok untuk diterapkan dalam pendidikan di zaman sekarang itu seperti apa proses
pembelajaran, terlebih pada tahap-tahap pembelajaran, diharapkan anak tersebut mampu menghasilkan
sesuatu yang optimal pada dirinya dan lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Ngalim, Drs. M., 1972, Ilmu
Pendidikan, Paket Pengajaran pada Proyek Kerjasama PT Stanvac-Indonesia,
Pendopo, dengan IKIP Jakarta (Di akses
pada hari Rabu, tanggal 26 September 2012)
http://dc303.4shared.com/doc/AcF9cumY/preview.html
(Di akses pada hari Kamis, tanggal 8 November
2012)
http://hakie.wordpress.com/2009/11/24/4/
(Di akses pada hari Kamis, tanggal 8
November 2012)
http://jasapembuatanweb.co.id/pendidikan/filsafat-pendidikan-naturalisme-teori-implikasi-dan-aplikasinyavhttp://jasapembuatanweb.co.id/pendidikan/filsafat-pendidikan-naturalisme-teori-implikasi-dan-aplikasinya
(Di akses pada hari Kamis, tanggal 8
November 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar