body{ background:#ded8c0; color:#28261A; font:12px verdana,arial,Sans-erif; text-align:left; margin:0; line-height:1.6em; }

Selasa, 04 Desember 2012

Wajah Minus Pendidikan di Indonesia


Seiring zaman yang semakin berkembang, pendidikan di Indonesia juga turut berkembang. Pemerintah telah berulang kali memperbarui kurikulum pendidikan di Indonesia demi terwujudnya pendidikan Indonesia yang sesuai dengan Undang-undang pendidikan yakni nomor 20 tahun 2003. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sendiri itu tidak mudah, pemerintah tidak hanya mengatur para pelajarnya saja, tetapi juga semua komponen-komponen yang ikut di dalamnya. Dalam artikel ini, saya akan membahas sisi negatif dari tiga komponen penting dalam pendidikan. Sebut saja peserta didik, pendidik, dan juga lingkungan pendidikan.
Dari segi peserta didik, menurut saya peserta didik atau pelajar pada sekarang ini mengalami krisis moral. Dari mulai  keagamaan, sosial, serta kepribadian yang mereka miliki. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya pelajar yang sudah tidak memiliki sopan dan santun terhadap guru, pelajar yang sering sekali terlibat tawuran antar pelajar, pelajar yang melakukan penyimpangan seksual, serta pelajar yang melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya. Pada hal kita ketahui bersama bahwa pendidikan adalah upaya untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pelajar secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Bukan malah menghancurkan moral anak bangsa.
Dari segi pendidik atau guru, guru disini kurang memberikan suatu bimbingan yang baik terhadap siswanya. Mereka menganggap bahwa peserta didik adalah manusia dalam ukuran mini, yang tidak berdaya dan tidak perlu di khawatirkan. Pada hal makna sebenarnya, peserta didik adalah manusia yang akan berkembang menuju kedewasaan. Dan untuk itu di perlukan bimbingan orang dewasa untuk membimbingnya dan mengarahkannya. Semua itu dilakukan demi terwujudnya generasi yang baik, yang mampu membangun bangsa ke arah lebih baik. Selanjutnya yang mengejutkan, ditemukan bahwa guru ikut mengajarkan peserta didik untuk tidak jujur, contohnya saja dalam kasus ujian nasional. Guru ikut serta memberikan bocoran jawaban kepada peserta didik mereka. Karena guru merasa malu apabila anak didik mereka ada yang tidak lulus. Tidak hanya guru yang merasa malu, tapi kepala sekolah, kepala dinas, bupati, sampai gubernur. Maka di tempuhlah berbagai cara, agar anak didik mereka lulus.
 Dari segi lingkungan pendidikan, ada satu hal yang saya garis bawahi. Yaitu, lingkungan fisik. Lingkungan fisik pendidikan di Indonesia belum merata, terutama untuk wilayah desa. Pendidikan di desa banyak sekali yang tidak memiliki laboratorium, perpustakaan yang keduanya sangat penting dalam memaksimalkan proses belajar dan pembelajaran yang ada. Bahkan ada lingkungan pendidikan yang tidak memilki gedung sekolah, pada hal baik sekolah di desa dan di kota juga  memilki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dengan lingkungan yang baik.

Dunia Pendidikan


Seiring berkembangnya zaman, pendidikan di Indonesia juga turut berkembang. Pemerintah telah berulang kali memperbarui kurikulum pendidikan Indonesia demi terwujudnya pendidikan Indonesia yang sesuai dengan Undang-undang pendidikan yakni nomor 20 tahun 2003. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sendiri itu tidak mudah, pemerintah tidak hanya mengatur para pelajarnya saja, tetapi juga semua komponen-komponen yang ikut di dalamnya. Dalam artikel ini, saya akan membahas tiga komponen penting dalam pendidikan. Sebut saja peserta didik, pendidik, dan juga lingkungan pendidikan.
Dari segi peserta didik, demi terwujudnya pendidikan yang baik maka peserta didik harus menyadari tentang arti pentingnya pendidikan bagi mereka, bahwa dengan pendidikan mampu memuliakan sifatnya sebagai manusia. Ketika peserta didik menyadari itu, peserta didik tidak hanya bergantung pada guru sebagai sumber belajar. Mereka akan secara aktif mengembangkan potensi mereka sendiri, mereka akan secara aktif untuk menggali potensi mereka demi terwujudnya manusia atau insan yang kamil.
Dari segi pendidik, ada dua hal yang saya garis bawahi. Pertama, bahwa peserta didik bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi peserta didik adalah mausia yang akan berkembang menuju kedewasaan. Dan untuk itu di perlukan bimbingan orang dewasa untuk membimbingnya demi terwujudnya manusia ynag memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak yang mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kedua, seiring berkembangnya tekhnologi itu tidak menjadikan pekerjaaan seorang guru semakin mudah, akan tetapi semakin berat. Disamping guru memberikan pengetahuan kepada peserta didik, guru juga harus mengajarkan kepada peserta didik tentang  apa yang boleh, dan tidak boleh di lakukan, atau di akses pada tekhnologi misalnya internet. Guru harus benar-benar mampu membimbing peserta didik untuk memahami keuntungan dan kerugian tekhnologi bagi peserta didik. Sehingga peserta didik mampu melakukan suatu pengendalian diri yang baik terahadap perkembangan tekhnologi yang semakin berkembang.
Dari segi lingkungan pendidikan, ada dua hal yang saya garis bawahi. Pertama, lingkungan fisik. Lingkungan fisik pendidikan di Indonesia belum merata, terutama untuk wilayah desa. Pendidikan di desa banyak sekali yang tidak memiliki laboratorium, perpustakaan yang keduanya sangat penting dalam memaksimalkan proses belajar dan pembelajaran yang ada, bahkan ada lingkungan pendidikan yang tidak memilki gedung sekolah, pada hal baik sekolah di desa dan di kota juga  memilki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dengan lingkungan yang baik sama halnya dengan pendidikan di kota. Kedua yaitu lingkungan psikologis, yakni hubungan antar warga sekolah itu harus harmonis, sopan, santun, dan hormat. Jangan sampai peserta didik dalam proses belajar dan pembeajaran merasa tertekan, bosan, tidak nyaman. Itu akan sangat mempengaruhi mental peserta didik dalam mengembangkan potensi mereka.